Kamis, 25 April 2024  
Lingkungan / Cuaca dan Monitoring Lapanhan Jadi Salah Satu Penyebab Sulit Stop Karhutla
Cuaca dan Monitoring Lapanhan Jadi Salah Satu Penyebab Sulit Stop Karhutla

Lingkungan - - Selasa, 08/08/2017 - 12:28:09 WIB

JAKARTA, situsriau.com - Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang masih kerap terjadi di Indonesia, termasuk Provinsi Riau, membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta penjelasan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar. Siti kepada presiden mengakui bahwa Karhutla masih sulit distop.

Siti mengatakan, saat ini masih banyak kendala di lapangan yang menghalangi pemberantasan Karhutla. "Selain faktor cuaca, juga karena sistem monitoring dan sistem ke lapangan. Daerah kebakaran juga kekurangan air," ujar Siti usai menemui Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (7/8/17).

Siti menjelaskan, soal cuaca, Indonesia tengah dilanda cuaca ekstrim akhir-akhir ini. Hal itu membuat titik panas atau hotspot di Indonesia bermunculan hingga 231 titik di bulan Juni.

Meski begitu, angka tersebut masih relatif rendah apabila dibandingkan dengan angka 2015 yaitu 619 titik dan 2016 yaitu 155 titik di bulan yang sama.

"Ini sama di bulan Juli. Bulan Juli 2017, ditemukan 558 titik api. Sementara itu, di tahun 2016 dan 2017 ada 247 titik api serta 2.043 titik api di bulan yang sama," ujar Siti.

Selanjutnya, soal monitoring, Siti menyampaikan bahwa sistem monitoring potensi Karhutla belum sepenuhnya akurat. Walhasil, potensi ataupun peristiwa Karhutla kadang telat ketahuan untuk segera ditangani.

Ia memberi contoh satelit milik pemerintah sempat mendeteski ada 5.000 hektare hutan terbakar di Riau. Namun, setelah dicek ke lapangan, hanya ada 470 hektare walau tetap banyak. "Kalau begitu, kami jadi harus crosscheck semua. Selaian pakai hotspot, saya pakai ISPU (monitoring pencemaran udara)," ujar Siti.

Adapun masalah kekurangan air, Siti menyebut beberapa daerah tidak memiliki sumber air bagus untuk memadamkan api. Untuk mengatasi hal itu, beberapa langkah diambil mulai dari membuat sekat kanal hingga menambah jumlah embung. "Sekat kanal itu, rencananya, bisa sampai 21 ribu, embungnya 2.581. Upaya sudah ada," katanya.

Walupaun persoalan di lapanga masih banyak, Siti mengklaim tak menyerah. Ia berkata, dirinya masih rutin mencari cara untuk menekan angka Karhutla, termasuk menggelar rapat koordinasi untuk menentukan langkah. "Saya minta rakor secepatnya digelar," ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, pihaknya tengah membenahi prosedur pemadaman Karhutla yang selama ini dilakukan lewat jalur darat maupun udara melalui water bombing. Pembiayaan dan izin penggunaan pesawat untuk water bombing dari udara, menurutnya, masih bermasalah.

"(Soal) water bombing dari pesawat yang kita sewa dari luar (negeri) apakah ada izin? Itu yang kita atasi bersama. Juga soal bagaimana pelibatan TNI dan Polri, bagaimana pembiayaannya," kata Wiranto setelah rakor terbatas mengenai Karhutla di kantornya, Jakarta, Kamis (3/8).

Ia mengingatkan, pemerintah telah membentuk satuan tugas (Satgas) di daerah rawan Karhutla. Selain mengawasi titik api yang muncul secara alami, satgas dituntut mencegah praktik pembakaran hutan dan lahan oleh masyarakat.

Masyarakat di kawasan padat hutan, menurut Wiranto, terbiasa membakar lahan untuk bertani. "Untuk masyarakat adat, bagaimana kebiasaan membakar hutan itu bisa dialihkan sedikit demi sedikit. Ini kan bukan pekerjaan yang mudah," katanya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menetapkan siaga darurat Karhutla di lima provinsi. "Untuk mengantisipasi Karhutla dan memudahkan dalam penanggulangan bencana asap maka lima provinsi langganan Karhutla telah menetapkan status siaga darurat yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Penetapan status siaga darurat ini diambil setelah beberapa kabupaten/kota di masing-masing provinsi menetapkan siaga darurat," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, 26 Juli 2017.

BNPB mengerahkan 18 helikopter pembom air menyusul siaga darurat di lima provinsi itu. Ke-18 helikopter tersebut tersebar di Riau sebanyak lima unit, Sumatera Selatan lima unit, Kalimantan Barat empat unit, Jambi dua unit, dan Aceh dua unit.

"Selain itu, operasi hujan buatan juga digelar oleh BNPB dan BPPT di Riau dan Sumatera Selatan. Total 68,4 ton bahan semai Natrium Chloride disebarkan ke dalam awan-awan potensial dengan menggunakan pesawat Casa-212 untuk memicu hujan. Sedangkan Satgas darat dari TNI, Polri, BPBD, Manggala Agni, Damkar, MPA, dunia usaha dan masyarakat terus melakukan pemadaman di darat," katanya saat itu. (sr5, in)

Kami menerima tulisan mengenai informasi yang bernilai berita
Silahkan SMS ke 08117533365
atau Email: situsriau.redaksi@gmail.com
Lengkapi data diri secara lengkap.
----- Akses kami via mobile m.situsriau.com -----

 
Redaksi | Email | Galeri Foto | Pedoman Media Siber
Copyright 2012-2020 PT. SITUS RIAU INTIMEDIA, All Rights Reserved