Jum'at, 29 Maret 2024  
Nasional / Putusan MA Soal Caleg Eks Napi Korupsi Boleh Nyaleg Dinilai Tabrak UU MK
Putusan MA Soal Caleg Eks Napi Korupsi Boleh Nyaleg Dinilai Tabrak UU MK

Nasional - - Senin, 17/09/2018 - 10:58:02 WIB

JAKARTA, situsriau.com - Putusan Mahkamah Agung (MA) tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 soal larangan eks narapidana kasus korupsi untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg) memunculkan perdebatan. Putusan itu dinilai bertentangan dengan hukum.

"Putusan MA itu bertentangan dengan Pasal 55 Undang-Undang MK (Mahkamah Konstitusi)," kata pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, Minggu (16/9/18).

Pada Kamis lalu, 13 September 2018, MA mengabulkan gugatan terhadap PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang eks napi kasus korupsi mencalonkan diri sebagai caleg. MA menilai PKPU yang melarang mantan napi kasus narkoba, pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan mantan koruptor menjadi caleg tersebut bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, yaitu UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Menurut Feri, MA seharusnya menunda putusan judicial review terhadap PKPU sesuai dengan UU MK. Sebab, ia menyebutkan, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu saat ini tengah dalam masa uji materi di MK. "Kalau ada pengujian peraturan di bawah UU yang berkaitan dengan UU yang sedang diuji di MK, maka itu ditunda dulu sidangnya di MA," katanya seperti dilansir tempo.co.

UU yang dimaksud Feri adalah UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang MK. Pasal 55 UU ini berbunyi "Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi".

Feri mengatakan, putusan MA yang bertentangan dengan UU MK itu menjadi tak absah karena cacat administratif. Selain itu, menurutnya, dalam hukum tata negara putusan MA itu harus dianggap batal demi hukum. "Maksudnya batal demi hukum, putusan itu dianggap tidak pernah ada," ujarnya.

Di sisi lain, Feri menilai, putusan MA membatalkan PKPU ini juga tak berlaku seketika. Menurutnya, masih ada waktu 90 hari bagi KPU untuk mengabaikan putusan MA. "Itu artinya secara substansi PKPU masih bisa dijalankan lebih kurang tiga bulan," ujarnya.
Ketua KPU, Arief Budiman mengatakan akan merevisi PKPU Nomor 20 Tahun 2018 setelah permohonan gugatan PKPU itu dikabulkan oleh MA.

"Karena ada proses putusan itu harus dimasukan ke dalam PKPU, maka PKPU-nya harus direvisi," katanya.
Menurut Arief, KPU akan memasukkan amar putusan MA ke dalam revisi PKPU setelah membaca putusannya. Namun, ia mengatakan, hingga saat ini KPU belum menerima salinan putusan tersebut. "Gimana saya menindaklanjuti wong saya saja belum baca putusannya," ujarnya.

Arief mengatakan, revisi PKPU ini juga harus dapat selesai sebelum penetapan Daftar Caleg Tetap (DCT) pada 20 September 2018. Namun, menurutnya, revisi PKPU ini membutuhkan waktu dan proses yang cukup panjang. "Jadi ini rasa-rasanya tidak terkejar," katanya.

Proses dalam revisi PKPU ini antara lain mulai dari uji publik, konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pengundangan PKPU hingga menyampaikan hasil revisi ke partai politik serta KPU daerah. "Bayangkan proses itu saja sudah makan waktu lama," kata Arief.

Komisioner KPU, Viryan mengatakan, pihaknya akan menggelar rapat pleno untuk membahas putusan MA tersebut. Sambil, katanya, KPU terus mencari alternatif lain agar masyarakat mengetahui keberadaan caleg eks napi kasus korupsi tersebut saat pemilihan legislatif. Salah satu alternatifnya yaitu menandai caleg eks napi korupsi di kertas suara.

"Itu alternatif-alternatif yang sedang ditimbang. Setidaknya, jika nanti tidak bisa di kertas suara, dibuat di TPS (Tempat Pemungutan Suara)," katanya.

Usulan tersebut didukung oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil mengatakan, usulan tersebut perlu direalisasikan jika parpol tetap ngotot mendaftarkan mantan napi kasus koruptor sebagai caleg.

Menurut Fadli, wacana yang juga pernah disuarakan oleh Presiden Joko Widodo itu masih bisa dilakukan KPU agar semangat antikorupsi dalam Pemilu tetap berjalan. "Masih ada waktu bagi KPU untuk mendesain surat suara dengan menandai caleg yang napi koruptor," ujarnya. (sr5, in)




Kami menerima tulisan mengenai informasi yang bernilai berita
Silahkan SMS ke 08117533365
atau Email: situsriau.redaksi@gmail.com
Lengkapi data diri secara lengkap.
----- Akses kami via mobile m.situsriau.com -----

 
Redaksi | Email | Galeri Foto | Pedoman Media Siber
Copyright 2012-2020 PT. SITUS RIAU INTIMEDIA, All Rights Reserved