Kamis, 28 Maret 2024  
Nasional / 150 Jenderal TNI Tak Miliki Jabatan
150 Jenderal TNI Tak Miliki Jabatan

Nasional - - Kamis, 07/02/2019 - 16:19:06 WIB

JAKARTA, situsriau.com - Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Mayor Jenderal Sisriadi mengungkapkan setidaknya ada ratusan perwira menengah dan perwira tinggi yang tak memiliki jabatan struktural. Jumlah tersebut, menurutnya, terdiri dari 150 perwira tinggi berpangkat jenderal dan 500 perwira menengah berpangkat kolonel.

"Tadinya jumlah lebih dari itu. Kemudian ada pengembangan jabatan sehingga berkurang-kurang," ujar Sisriadi di Balai Media TNI, Jakarta, Rabu (6/2/19).

Menurut Sisriadi, banyaknya jenderal yang menganggur ini disebabkan oleh penambahan masa pensiun TNI di tingkat perwira tinggi. Hal itu sudah diatur sejak 15 tahun lalu dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. "Karena perubahan usia pensiun perwira dari usia 55 ke usia 58," katanya seperti dilansir tempo.co.

Sisriadi mengatakan, banyaknya perwira tinggi dan menengah yang menagggur ini bukan disebabkan oleh alotnya kaderisasi di TNI. Hal itu, menurutnya, murni karena ada perpanjangan masa pensiun perwira tinggi. "Ini juga pernah saya ramalkan, karena perubahan usia pensiun tanpa diikuti perubahan ketentuan kenaikan pangkat perwira," ucapnya.

TNI berencana menambah pos jabatan baru bagi jabatan perwira tinggi di intetnal TNI. Jabatan baru ini salah satunya bertujuan untuk menampung perwira tinggi yang bertumpuk di TNI.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sempat mengungkapkan rencana restrukturisasi di tubuh TNI berupa penambahan 60 pos jabatan struktural baru bagi perwira tinggi. "Ada 60 jabatan, bintang baik satu, dua, tiga," ujar Jokowi di Istana Negara, pekan lalu.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto juga menuturkan pihaknya menunggu revisi UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya Pasal 47 agar perwira menengah dan perwira tinggi bisa berdinas di lembaga negara.

Revisi UU TNI menjadi salah satu jalan keluar atas persoalan ratusan perwira menegah yang kini non-job. "Kami menginginkan bahwa lembaga atau kementerian yang bisa diduduki oleh TNI aktif itu eselon satu, eselon dua, tentunya akan juga menyerap pada eselon-eselon di bawahnya, sehingga kolonel bisa masuk di sana," kata Hadi.

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Charles Honoris mengatakan, belum ada pembahasan mengenai revisi UU TNI. Ia mengatakan, perubahan aturan itu masih sekedar wacana. "Belum dibahas sama sekali, masih sekedar wacana saja. Tidak masuk program legislasi nasional," katanya.

Charles mengatakan, sulit untuk menanggapi soal ini, karena dirinya mengaku belum melihat usulan revisi UU TNI ini seperti apa. Tetapi ia berpendapat bahwa penugasan personil TNI di kementerian atau lembaga negara tidak boleh melenceng dari bidang yang berkaitan dengan pertahanan negara.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menambahkan, perwira TNI yang selama ini sudah dilatih dengan keahlian khusus di bidang pertahanan nasional, lebih baik dioptimalkan dalam bidang-bidang tersebut. Bukan melebar ke sektor-sektor lain.

"Sebetulnya ini menjadi momentum untuk mengkaji kembali cetak biru pertahanan negara kita. Struktur organisasi baik di TNI maupun di Kementerian Pertahanan bisa dikembangkan lagi untuk memperkuat sistem pertahanan kita. Sekaligus menampung jumlah perwira yang saat ini masih non-job," ujarnya.

Peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Evan Laksmana mengatakan bahwa melonjaknya jumlah jenderal yang menganggur sudah bisa diprediksi sejak UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI disahkan. Usia pensiun jenderal yang bertambah dari 55 menjadi 58 tahun menyebabkan antrean naik pangkat para perwira di bawahnya menjadi lebih panjang. Selain itu, berakhirnya dwifungsi (masa ketika tentara bisa menempati jabatan sipil) sejak era Reformasi menyebabkan banyak perwira tinggi kehilangan jabatan.

Semestinya, kata Evan, pemerintah mengambil langkah antisipasi sejak UU tersebut dibuat. "Diselesaikan lewat manajemen personil dan kaderisasi yang baik," ujarnya. "Tidak bisa hanya lewat solusi jangka pendek dengan penambahan struktur baru," tambahnya.
Menurut Evan, penumpukan jumlah perwira juga disebabkan oleh rekrutmen Sekolah Staf dan Komando Militer di tiga matra yang tidak dirampingkan. Setiap tahun, ada sekitar 300 lulusan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat. Jika jumlah rekrutmen sekolah itu tidak dikurangi menjadi setengahnya, menurut Evan, bakal ada 600 perwira menganggur pada 2027.

Evan menilai penambahan puluhan pos jabatan baru di tubuh TNI hanya solusi jangka pendek. Pada saat yang sama, anggaran negara untuk TNI bakal membengkak. Ia memperkirakan setidaknya 40-50 persen anggaran pertahanan akan habis untuk menggaji personil TNI. (sr5, in)

Kami menerima tulisan mengenai informasi yang bernilai berita
Silahkan SMS ke 08117533365
atau Email: situsriau.redaksi@gmail.com
Lengkapi data diri secara lengkap.
----- Akses kami via mobile m.situsriau.com -----

 
Redaksi | Email | Galeri Foto | Pedoman Media Siber
Copyright 2012-2020 PT. SITUS RIAU INTIMEDIA, All Rights Reserved