Jum'at, 26 April 2024  
Politik / Eks Koruptor Bisa Ikut Pilkada 2020, Langkah KPU Dikritik
Eks Koruptor Bisa Ikut Pilkada 2020, Langkah KPU Dikritik

Politik - - Senin, 09/12/2019 - 13:00:41 WIB

JAKARTA, situsriau.com - Langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak memasukkan aturan larangan mantan terpidana kasus korupsi maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 dalam Peraturan KPU (PKPU) dikritik.

"Ini merupakan kegagalan KPU dalam mendorong regulasi yang lebih baik," kata Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Gerindra, Kammrusammad, di Jakarta, Minggu (8/12/19).

Ia menilai apabila larangan narapidana korupsi tidak dimasukkan dalam PKPU, maka masyarakat semakin tidak percaya terhadap kualitas demokrasi dalam melahirkan pemimpin berintegritas.

Menurut Kammrusammad, seharusnya KPU berjuang sungguh-sungguh untuk memasukkan aturan larangan mantan narapidana korupsi maju dalam Pilkada, karena beberapa sebab. Pertama, sanksi sosial yang diharapkan menimbulkan efek jera.
"Fakta kepala daerah terjerat korupsi meningkat dari sembilan kepala daerah tahun 2017 menjadi 20 kepala daerah di tahun 2018," ujarnya seperti dilansir Antara.

Kedua, menurut Kammrusammad, perlu ada terobosan hukum untuk melahirkan pemimpin berintegritas, dan itu diperlukan dukungan stakeholder hukum nasional.

Ia menyatakan pula, alasan ketiga, apabila aturan larangan tersebut diberlakukan maka merupakan kemajuan dalam membangun ekosistem politik berintegritas.

KPU mengeluarkan PKPU Nomor 18/2019 yang mengatur tentang pencalonan dalam Pilkada 2020. Dalam aturan tersebut, KPU seolah memberi karpet merah ke para koruptor untuk maju di Pilkada 2020 karena tak ada larangannya.

Dalam Pasal 4 soal persyaratan calon kepala daerah, tidak ada larangan bagi mantan terpidana korupsi. Isi Pasal 4 ayat H tersebut masih sama dengan aturan sebelumnya yakni PKPU No 7/2017 yang hanya mengatur larangan bagi dua mantan terpidana.

"Bukan Mantan Terpidana bandar narkoba dan bukan Mantan Terpidana kejahatan seksual terhadap anak," demikian bunyi pasal 4 ayat H tersebut seperti dirilis detikcom.

Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik mengatakan, pihaknya saat ini berfokus pada tahapan Pilkada yang telah berlangsung. Menurutnya, bila syarat larangan eks koruptor terlalu lama diperdebatkan, maka akan mengganggu tahapan.

"Kita intinya fokus pada tahapan saja, kalau ini terlalu menjadi dipersoalkan dan lain sebagainya ini kan bisa mengganggu tahapan pencalonan," ujar Evi, Jumat (6/12/19).

Evi menjelaskan, terdapat beberapa syarat bagi calon perseorangan yang berubah sehingga PKPU diharuskan untuk cepat disahkan dan peserta pemilihan dapat mengetahui persyaratan yang diberikan.

"Jadi sehingga kita yang paling penting, bagaimana peraturan KPU pencalonan ini cepat bisa keluar dan menjadi pedoman bagi tahapan pencalonan Pilkada 2020," kata Evi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun angkat bicara soal PKPU ini. Menurut KPK, pemilih harus kembali diingatkan soal pentingnya rekam jejak setiap orang yang akan dipilih.

"Kalau ditanya bagaimana yang disebutkan politik cerdas berintegritas, itu adalah orang-orang yang memang track record-nya jelas, track record jelas saja nanti orang itu terjadi sesuatu, apalagi tidak jelas," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang.

Saut menilai rekam jejak calon kepala daerah sebaiknya memang dicantumkan. Selain itu, ia juga menyoroti soal rekrutmen dan kaderisasi partai politik untuk pencegahan korupsi.

"Track record itu tentu sesuatu yang baik dong yang harus dicantumkan, tapi itu undang-undang, kami nggak masuk di situ. Tapi kalau ditanya isu pencegahan, itu yang disebut sistem integritas partai politik anda harus jelas, rekrutmen kayak gimana, kaderisasi gimana," ujarnya.

Dengan adanya PKPU ini artinya memantapkan jalan para mantan koruptor untuk maju di Pilkada 2020. Di Kendal, Mantan Ketua DPRD Jawa Tengah, Murdoko ikut mendaftar penjaringan bakal calon Bupati Kendal lewat DPD PDI Perjuangan Jateng.

Murdoko sendiri diketahui pernah dihukum penjara karena kasus korupsi APBD Kabupaten Kendal pada 2004. Dalam kasus itu ia divonis 2,5 tahun penjara. Namun Murdoko menjelaskan, dirinya bukan korupsi melainkan korban politik.

"Bukan korupsi, tapi korban politik. Kalau korupsi di mana pekerjaannya melakukan kesalahan dan ada kerugian negara. Di mana bisa salah? Saya bukan pejabat di Kendal," jelas Murdoko.

Selain itu, menurutnya, masyarakat Kendal sudah rindu pemimpin dari PDIP. Murdoko pun optimis dengan pendaftarannya itu.
"Saya optimistis karena kepemimpinan kader PDIP sebagai Bupati Kendal sangat bagus sekali, rakyat merindukan kepemimpinan dari kader PDIP," ujarnya. (sr5, in)


Kami menerima tulisan mengenai informasi yang bernilai berita
Silahkan SMS ke 08117533365
atau Email: situsriau.redaksi@gmail.com
Lengkapi data diri secara lengkap.
----- Akses kami via mobile m.situsriau.com -----

 
Redaksi | Email | Galeri Foto | Pedoman Media Siber
Copyright 2012-2020 PT. SITUS RIAU INTIMEDIA, All Rights Reserved