Jum'at, 26 April 2024  
Ekeubis / Alih Fungsi Lahan Merajalela, Riau Kekurangan 415 Ribu Ton Beras
Alih Fungsi Lahan Merajalela, Riau Kekurangan 415 Ribu Ton Beras

Ekeubis - - Senin, 27/02/2017 - 10:26:47 WIB

PEKANBARU, situsriau.com - Maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan kelapa sawit membuat produksi beras di Provinsi Riau jauh lebih sedikit dibanding kebutuhan masyarakat. Saat ini, Riau tercatat kekurangan 415.000 ton beras setiap tahun.

Kepala Badan Ketahanan Pangan Riau, Darmansyah mengatakan, penduduk Riau membutuhkan sekitar 660.000 ton beras setiap tahun. Namun, provinsi penghasil minyak kelapa sawit ini hanya bisa menghasilkan sekitar 245.000 ton beras per tahun.

"Artinya kurang lebih 60 persen beras Riau itu tergantung pada provinsi lain," ujar Darmansyah, di Pekanbaru, Minggu (26/2/17).

Riau, menurutnya, mendapat pasokan beras dari wilayah Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan untuk menutup kekurangan berasnya.

"Jika sentra penghasil terganggu pasokannya, misalkan ada bencana alam seperti gempa, maka puluhan truk yang tiap pagi membongkar (muatan beras) di Pekanbaru akan terhenti," katanya.

Dengan produksi beras yang masih jauh lebih rendah dari kebutuhan, Gubernur Riau menginstruksikan pelaksanaan gerakan makan sagu untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan mengoptimalkan pemanfaatan sagu. "Karena kita surplus produksi sagu 246.000 ton setahun," katanya.

Selain itu, Riau berencana mencetak sawah baru di beberapa wilayah sesuai instruksi Menteri Pertanian. "Targetnya menteri sudah minta di wilayah perbatasan Kuala Kampar dibuatkan lahan pertanian padi baru seluas 50.000 hektare," sebutnya.

Tak hanya beras, Riau juga kekurangan cabai. Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Pekanbaru, mengklaim masyarakat Kota Bertuah menghabiskan lima ton cabai keriting setiap hari dalam memenuhi kebutuhan bumbu masakan.

"Masakan di Pekanbaru kalau tidak pedas katanya tak sedap," kata Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Pekanbaru, El Syabrina.

Ia mengemukakan, setelah dihitung kebutuhan cabai keriting dengan banyaknya jumlah penduduk, didapati rata-rata tiap orang menghabiskan 5 gram cabai sebagai bahan bumbu masakan setiap hari.

Ini terjadi karena cabai sebagai bumbu utama aneka masakan yang disajikan restoran, rumah makan, termasuk rumah tangga dan selera masyarakat Pekanbaru selalu harus pedas.

Dengan demikian, menurut El, penduduk Pekanbaru membutuhkan cabai keriting sebanyak 1.800 ton per tahun. Sementara sejauh ini Pekanbaru baru mampu menghasilkan 1.260 ton cabai keriting per tahun dari pertanian yang ada. "Berarti masih ada kekurangan sejumlah 540 ton cabai keriting guna memenuhi kebutuhan," katanya.

Diakui El, walau Pekanbaru mampu memenuhi 80 persen pasokan cabai keriting, sisanya dipasok luar. Namun kondisinya tetap masih mempengaruhi pasokan lokal karena berlaku hukum pasar. "Sisanya 20 persen cabai keriting didatangkan dari provinsi tetangga Sumatera Barat dan Sumatera Utara," urainya.

Apalagi, sebut El, cabai merupakan tanaman manja yang sangat rawan dan rentan terhadap kondisi cuaca. Jika saat musim penghujan produksi akan menurun karena banyak terserang hama penyakit.

"Cabai tidak bisa hidup di lahan terlalu becek akan diserang jamur, terlalu panas juga akan mengkerut daunnya," ucapnya menerangkan.

Jadi jika sedikit saja produksi terganggu maka harganya akan naik dan hingga di Pekanbaru bisa cenderung melambung.(sr5, an)



Kami menerima tulisan mengenai informasi yang bernilai berita
Silahkan SMS ke 08117533365
atau Email: situsriau.redaksi@gmail.com
Lengkapi data diri secara lengkap.
----- Akses kami via mobile m.situsriau.com -----

 
Redaksi | Email | Galeri Foto | Pedoman Media Siber
Copyright 2012-2020 PT. SITUS RIAU INTIMEDIA, All Rights Reserved