Tragedi Lion Air, FDR Simpan Data 69 Jam Penerbangan Senin, 05 November 2018 | 12:04
JAKARTA, situsriau.com - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah men-download data dari Flight Data Recorder (FDR) Black Box pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat pada Senin (29/10/18) lalu. FDR itu menyimpan total data 69 jam penerbangan.
"Kita peroleh data black box ada 69 jam, terdiri dari 19 penerbangan, termasuk penerbangan yang alami kecelakaan, kemudian jumlah parameternya kurang lebih 1.800. Hasil download bisa dilihat ini adalah rute penerbagan berdasarkan FDR," kata Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo, Minggu (4/11/18).
Data yang didownload memuat detail soal penerbangan Lion Air JT 610 yang jatuh, mulai dari data parkir pesawat, take off, hingga arah penerbangan ke tenggara dan kemudian jatuh.
"Rekaman akhir berakhir pada Pukul 23.31 jadi 23.31 tanggal 28 Oktober 2018 UTC time, atau 29 Oktober 2018 pada pukul 6.31.54 WIB. Jadi ini data yang kita dapat dari FDR," ujar Nurcahyo seperti dilansir detikcom.
"Kita sedang pilah-pilah lagi parameter apa dari 1.800 yang kita butuhkan. Dari sini akan kita analisis apa yang terjadi dengan penerbangan itu," imbuhnya.
Ia mengatakan, data penerbangan dari FDR sesuai dengan pemberitaan yang selama ini ada di media. KNKT masih mengharapkan data dari bagian black box lainnya, yaitu Cockpit Voice Recorder (CVR).
"Investigasi pada prinsipnya memanfaatkan informasi yang ada, kita punya FDR dan pastikan datanya benar dan ini membantu untuk kita. Namun ada dua black box yang isinya berbeda, ada dua info yang berbeda, apabila dua-duanya ada amat sangat saling membantu dan mendukung, namun demikian kalau seandainya hanya ditemukan satu, maka kita akan berupaya maksimum akan apa yang kita punya," tutur Nurcahyo.
Sementara itu, kapal milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), KR Baruna Jaya, yang melakukan pencarian CVR kemarin kembali ke pelabuhan untuk isi bahan bakar. Dampaknya, kemungkinan pencarian CVR akan tertunda.
"Kapal Baruna Jaya yang dipakai untuk cari black box hari ini (kemarin) akan kembali ke pelabuhan untuk isi bahan bakar, proses pencarian CVR mungkin untuk sementara akan tertunda beberapa saat," kata Nurcahyo.
Ia mengatakan, sinyal ping CVR sebenarnya sempat terdeteksi, namun lemah, kemudian menghilang. Kemungkinan, kata Nurcahyo. CVR terendam lumpur.
"Jadi info terakhir yang kami peroleh dari tim di kapal bahwa kemarin (Sabtu) sore kita mendengar sinyal yang cukup kuat, hari ini (kemarin) kita lakukan penyelaman sebelum isi bahan bakar, sinyalnya ada tapi lemah, kemungkinan karena lumpur, seperti FDR ini terendam dalam lumpur kira-kira sepanjang lengan, sampai 0,5 meter, kemungkinan CVR ini juga tertutup lumpur, sinyalnya lemah tapi masih ada," ujar Nurcahyo.
"Dari ketentuan kekuatan baterai underwater locater ini harusnya sampai 30 hari, jadi harusnya (sinyalnya) masih ada, namun memang upaya pencarian sudah dilakukan dan diselami, namun belum ditemukan karena kondisi di bawah laut berlumpur. Kalau baterai habis, tertimbun dua meter masih bisa, tapi lemah," imbuhnya.
Di tempat terpisah, Corporate Communications Strategic Lion Air, Danang Mandala Prihantoro mengatakan, ada tiga pengecekan pada setiap pesawat milik penerbangannya. Ketiga pengecekan itu telah dilakukan sesuai standar operasional, termasuk pada pesawat Lion Air yang jatuh. "Pre-flight check, transit check, dan post-fligbt check," katanya seperti dilansir tempo.co.
Menurut Danang, hasil dari ketiga pemeriksaan itu adalah adanya status safe to flight dari teknisi Lion Air. Tanpa itu, penerbangan tidak akan mungkin dilakukan.
Sebelum jatuh di perairan Karawang pada Senin lalu, pesawat jenis Boeing 737 MAX 8, terbang sejak Jumat, 26 Oktober 2018. Pesawat ini telah menempuh rute dari Denpasar, Bali ke Manado Sulawesi Utara, lalu ke Tianjin, Cina, kembali ke Manado dan Denpasar. Dari Denpasar, pesawat terbang ke Jakarta, lalu dari Jakarta barulah menuju ke Pangkalpinang, Bangka Belitung dengan membawa 189 orang termasuk kru.
Sejumlah penerbangan ini memang mengalami keterlambatan atau delay lantaran adanya sejumlah permasalahan teknis yang dilaporkan oleh pilot. Persoalan itu salah satunya terjadi pada penerbangan dengan nomor JT 775 dari Manado ke Jakarta, Minggu, 28 Oktober 2018. "Sesampai di Bali, pesawat ditangani teknisi," ujar Danang.
Laporan pada penerbangan JT 775 ini, menurut Danang, termasuk pada kondisi tertentu, sehingga dibutuhkan pengecekan tak berjadwal. Pada penerbangan biasa yang tidak disertai laporan kondisi ini, penanganan yang dilakukan hanyalah pengecekan berjadwal.
Selanjutnya, sebelum terbang ke Jakarta pada Minggu malam, kembali, pengecekan dilakukan sehingga pesawat Lion Air mendapat status safe to flight dan diizinkan terbang.
Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi tidak menutup kemungkinan menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan terkait dengan insiden jatuhnya Lion Air JT 610. "Iya mungkin saja, tapi saya tidak mau berandai-andai," ujarnya.
Budi berujar sanksi yang mungkin dijatuhkan atas insiden itu memang beragam, mulai dari sanksi individu, hingga sanksi korporasi. Namun, untuk menentukan sanksi yang sesuai, Budi menunggu rekomendasi dari KNKT. "KNKT menyampaikan waktu enam bulan," ujarnya.
Sebelumnya, Budi mengaku tidak mau gegabah dalam menjatuhkan sanksi tersebut. Sebab, setiap sanksi yang dikeluarkan, menurutnya, mesti diputuskan secara sistematis dan bertanggung jawab. "Kemenhub punya alat dan untuk melakukan tindakan tertentu. Tapi saya tidak mau gegabah," katanya.
Ia mengaku mendapat masukan termasuk dari warganet untuk segera mengevaluasi Lion Air. "Saya sangat mengerti dan terima kasih atas masukan ini, kami konsultasi ke banyak pihak, pengamat dan lainnya, sehingga tidak buru-buru," katanya.
Ia juga mempercayakan kepada KNKT untuk melakukan investigasi secara profesional dan tidak memihak. "Ada dua hal yang paling mungkin adalah faktor manusia kemudian pesawatnya," katanya.
Menurut Budi, pihaknya belum bisa mengintervensi Lion Air selain pembebastugasan Direktur Teknik dan personel yang terlibat dalam penerbangan tersebut. "Satu hasil intervensi itu akan digabungkan dengan hasil yang diperoleh KNKT. Kami setiap malam rapat. Saya belum bisa mengatakan intervensi apa yang dilakukan," katanya.
Sebelumnya, manajemen Lion Air siap menaati segala putusan pemerintah termasuk sanksi apabila maskapai milik Rusdi Kirana itu kedapatan melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) menyusul jatuhnya pesawat Lion Air JT 610. Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait menyatakan akan menaati segala keputusan regulator penerbangan Indonesia. "Kita apapun akan ikuti. Akan ikut aturan dari pemerintah," katanyanya. (sr5, in)