Akhirnya Pemerintah Tetapkan Hari Puisi 26 Juli Minggu, 27 Juli 2025 | 18:29
JAKARTA, situsriau.com- Pemerintah menetapkan tanggal 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. Ketetapan tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Kebudayaan nomor 167/M/2025 tentang Hari Puisi Indonesia tanggal 23 Juli 2025. Surat ketetapan tersebut ditandatangani Menteri Kebudayaan, Dr Fadli Zon, atas nama Pemerintah Indonesia.
Inisiasi Hari Puisi Indonesia ini telah dimulai di Pekanbaru, Riau, tepatnya pada 22 November 2012. Saat itu, sejumlah seniman dan budayawan mendeklarasikan tanggal lahir penyair legendaris Indonesia Chairil Anwar, 26 Juli, sebagai Hari Puisi.
Setelah 13 tahun berlalu sejak deklarasi, tulis mimbarumum.co.id, Hari Puisi Indonesia di Pekanbaru tersebut, maka pada Sabtu (26/7/2025) malam, Menteri Kebudayaan Fadli Zon pun menetapkan tanggal 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia dalam acara Prosesi Penetapan Hari Puisi Indonesia di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Selain Fadli Zon, sejumlah seniman dan budayawan pun hadir pada prosesi penetapan tersebut. Di antaranya, budayawan Rida K Liamsi, Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri, ketua Yayasan Hari Puisi Indonesia Asrizal Nur, kedutaan besar Ekuador, dan sastrawan se Indonesia. Ada juga perwakilan dari Riau, antara lain, Taufik Ikram Jamil, Husnu Abadi, Fakhrunnas MA Jabbar, Dheni Kurnia, Kunni Masrohanti, Willy Bandarserai dan beberapa lainnya.
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, mengatakan bahwa pemerintah mengapresiasi konsistensi para sastrawan memperjuangkan Hari Puisi Indonesia. “Seharusnya penetapan hari puisi ini sejak dulu. Tapi tidak mengapa, tidak ada yang terlambat. Puisi ini adalah objek kebudayaan dan punya softpower di tengah peradaban dunia,” kata Fadli Zon.
Sementara itu, Ketua Yayasan Hari Puisi Indonesia, Asrizal Nur menyebutkan bahwa perjuangan menjadikan tanggal 26 Juli sebagai Hari Puisi dilakukan secara mandiri dan tertatih-tatih selama 13 tahun.
“Dan hari ini kita berbahagia, upaya agar negara menetapkan Hari Puisi terwujud sudah. Dan ini sebagai tanggungjawab kita kepada bangsa,” ujar Asrizal Nur.
Berawal dari Penyair Chairil Anwar
Hari Puisi Indonesia diperingati setiap tanggal 26 Juli, bertepatan dengan hari lahir penyair legendaris asal Medan, Chairil Anwar. Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatra Utara, pada 26 Juli 1922, dan wafat 28 April 1949 di Jakarta.
Penetapan tanggal kelahiran Chairil Anwar sebagai Hari Puisi Indonesia disampaikan sang inisiator, Rida K. Liamsi, melalui tayangan video disaksikan Menteri Kebudayaan Fadli Zon di halaman Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu malam (26/7/25).
“Hari Puisi Indonesia yang semula diresmikan 40 penyair seindonesia di Pekanbaru, Riau, pada 22 November 2012, bertujuan untuk mengenang dan mengapresiasi karya-karya Chairil Anwar serta menghidupkan kembali semangat puisi di Indonesia,” ucap budayawan Melayu Riau ini.
Menurut catatan mimbarumum.co.id, Chairil Anwar merupakan anak tunggal pasangan Toeloes dan Saleha, asal Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat. Dia masih memiliki pertalian keluarga dengan Soetan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Sebagai anak tunggal, orang tuanya selalu memanjakannya, tetapi Chairil cenderung bersikap keras kepala dan tidak ingin kehilangan apapun; yang sedikit mirip dengan kepribadian orang tuanya.
Chairil Anwar mulai mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), namun hanya sampai di kelas 1. Kemudian ia pindah ke Jakarta. Saat sekolah di MULO, ia terkenal sebagai anak yang gemar membaca, hingga ke buku bacaan setingkat HBS. Di MULO Jakarta, ia hanya dapat duduk hingga kelas 2.
Itu tak menyurutkan semangat belajarnya. Chairil Anwar tetap giat belajar bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman secara mandiri atau otodidak, sehingga dapat membaca dan mempelajari karya sastra berbahasa asing.
Selama hidupnya, Chairil telah menulis sekitar 94 karya, termasuk 70 puisi; kebanyakan tidak dipublikasikan hingga kematiannya. Puisi terakhir Chairil berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh, ditulis pada tahun 1949, sedangkan karyanya yang paling terkenal berjudul “Aku” dan “Krawang Bekasi”.
Semua tulisannya, baik yang asli, modifikasi, atau yang diduga dijiplak, dikompilasi dalam tiga buku yang diterbitkan oleh Pustaka Rakyat. Kompilasi pertama berjudul Deru Campur Debu (1949), kemudian disusul oleh Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir (1950), kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin.
Pemerintah Indonesia memberi penghargaan Anugerah Seni sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa Chairil Anwar sebagai pelopor angkatan 45, sesuai yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 12 Agustus 1969. Penghargaan itu diterima putri Chairil, Evawani Alissa. Sejak saat itu, tanggal wafatnya Chairil ditetapkan sebagai Hari Puisi Nasional, sebelum hari kelahirannya dirayakan menjadi Hari Puisi Indonesia.
Semenjak diresmikan menjadi Hari Puisi Indonesia tahun 2012, saban tahun hajatan itu dirayakan di daerah-daerah hingga berpuncak di Jakarta. Di Sumatra Utara, perayaan Hari Puisi Indonesia dilaksanakan Sanggar Budaya GENERASI tahun 2017 di Taman Budaya Sumatra Utara, Medan. Setahun kemudian, 2018, ditaja di Pendopo Umar Baki Binjai diinisiasi penyair Tsi Taura dan Pemerintah Kota Binjai. ***