Senin, 06 Mei 2024  
Otonomi / Ini Fiqih Kurban yang Mesti Ditaati Pekerja dan Panitia
Ulama se-Pekanbaru Bermuzakarah
Ini Fiqih Kurban yang Mesti Ditaati Pekerja dan Panitia

Otonomi - - Sabtu, 17/06/2023 - 21:34:25 WIB

PEKANBARU, situsriau.com-   Para ulama se-Pekanbaru yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan muzakarah atau pertemuan yang menghasilkan kesepakatan dalam pemanfaatan hewan kurban dinilai dalam perspektif fikih, Sabtu (17/6/2023).

Agenda yang diinisiasi Komisi Fatwa MUI Pekanbaru ini, mendatangkan pembicara Mufti Pekanbaru 
DR Mawardi M Soleh dan dua pembicara internal yakni Ketua Umum MUi Prof. Akbarizan dan Ketua Komisi Fatwa DR Fikri Mahmud.

Pantauan situsriau.com,  muzakarah terkait fiqih kurban ini berhasil menelurkan kesepakatan bersama, dimana kedudukan panitia kurban adalah sebagai wakil dari peserta. "Karenanya berlaku hukum-hukum wakalah, yakni wakil (panitia) hanya dapat bertindak (bertashorruf) sesuai izin dari peserta kurban," ungkap DR Mawardi M Soleh.

Untuk diketahui, panitia kurban, termasuk pekerja tidak dibenarkan mengambil upah kerja dari bagian hewan kurban seperti yang sering terjadi selama ini. "Jika panitia diberi uang jasa atau upah maka diambil dari dana operasional, tidak dibenarkan berasal dari bagian hewan kurban. Namun begitu, panitia maupun pekerja berhak mendapatkan daging kurban sebagai warga biasa," tegasnya.

Sedangkan terkait pengambilan sebagian daging kurban untuk dimasak dan dimakan bersama oleh panitia dan masyarakat, dibolehkan, dengan syarat harus mendapat persetujuan dari seluruh peserta kurban. "Bagian hewan dimasak untuk dimakan bersama ada ketentuannya, izin ke peserta kurban," katanya seraya menyampaikan,  kontroversi bagian kulit hewan kurban tidak boleh dikomersilkan tetapi wajib diberikan kepada yang berhak yakni peserta kurban dan masyarakat, dengan catatan jika tidak ada yang mengambil maka boleh dijual dan pemanfaatannya dikembalikan kepada fakir miskin.

Dalam muzakarah tersebut, juga terungkap awal masalah dan kontroversi yang timbul dalam ibadah korban disebabkan oleh adanya kepanitiaan korban. Dikatakan, panitia itu masuk dalam kategori an niyabah au wikalah fil ibadah,  dimana ulama membagi ibadah kepada  3 jenis, yakni ibadah badaniyah (tidak boleh diwakilkan), ibdah Maliyah (sepakat ulama boleh diwakilkan. Maka perlu difahami aqad wikalah  wikalah bittabarru’ (aqad wikalah  amanah wikalah bil ujrah (apa kewajiban wakil dan muwakili) dan ketiga adalah ibadah badaniah maliyah (tak boleh niyabah selagi dia hidup atau boleh kalau berhalangan/uzur syari. ’"Yang terpenting pemahaman panitia terhadap fiqh korban  ini adalah ahli dan amanah," ungkapnya.

Dalam muzakarah tersebut, juga dibahas jenis hewan kurbannya,  yakni bahimatul an’am (onta,sapi,kerbau dan seluruh jenis kambing), dengan umur domba dan kambing biasa, umur domba  jumhur ulama boleh umur 6 bulan keatas. Namun Imam Syafi’I  tegas menyatakan umur 1 tahun penuh Untuk Kambing kacang, jumhur ulama boleh umur 1 tahun, namun Imam Syafi’i tegas mengatakan harus  umur 2 tahun.

Lebih rinci dikatakan umur hewan bisa dilihat dari gigi dan tanduk hewan. Hewan kurban mesti selamat dari cacat (pincang, buta, sakit). "Dalam mazhab syafi’i berkurap saja tidak sah, sangat kurus wajib bagi panitia memberitahu hewan kurban kepada masing-masinh peserta," ungkapnya.seraya mengatakan fee untuk panitia dari penjual hewan dilarang karena akan membuka celah yang berdampak pada ketidaksempurnaan hewan korban (mengurangi kwalitas hewan).

Sedangkan untuk kelamin hewan,  sepakat ulama membolehkan hewan betina, bila kualitasnya sama maka lebih afdol yang jantan. Tapi jika yang jantan lebih kurus, maka afdol yang betina. 
 
Sesi Tanya Jawab

Setelah pembicara memaparkan fiqih kurban, suasana muzakarah menjadi  tambah hangat dengan adanya sesi tanya jawab.  Mulai dari kupon pekerja dan panitia, alternatif lain jika pekerja ingin mendapatkan jatah pembagian yang lebih dari jatah warga, yakni dengan cara meminta upah dari peserta kurban, lalu dibeli hewan lain, dipotong dan dibagi bagi.

Selain itu, daging yang dimasak hingga membeli hewan kurban dengan patungan (tidak standar 1 ekor sapi, namun 7 orang orang membeli 1 ekor hewan kurban, juga membuat peserta muzakarah makin tertarik membahas fiqihnya. 

Begitu pula jika seorang non muslim yang ingin berkorban. Solusinya dia hibahkan kepada orang muslim , lalu hewan disembelih dengan nama kaum muslimin. 

Terkait Kas berlebih dari harga hewan dan pelaksanaannya boleh disumbangkan ke masjid atau ke fasilitas umum lainnya selama disetujui oleh peserta korban. Sedangkan pertanyaan waktu menyembeliah, sepakat ulama setelah solat Idul Adha dilaksanakan. (dis) 

Kami menerima tulisan mengenai informasi yang bernilai berita
Silahkan SMS ke 08117533365
atau Email: situsriau.redaksi@gmail.com
Lengkapi data diri secara lengkap.
----- Akses kami via mobile m.situsriau.com -----

 
Redaksi | Email | Galeri Foto | Pedoman Media Siber
Copyright 2012-2020 PT. SITUS RIAU INTIMEDIA, All Rights Reserved